Kamis, 24 Oktober 2013

Tata Rias Pengantin Jogja Paes Ageng

Adat istiadat pengantin jawa sesungguhnya bersumber dari tradisi kraton. Dengan terciptanya adat istiadat perkawinan yang mangandung nilai-nilai luhur itu lahir pula seni tat arias pengantin dan model busana pengantin yang beraneka ragam. Bersama lewatnya waktu dan perkembangan zaman, adat istiadat perkawinan tersebut lambat laun menembus keluar tembok kraton. Betapapun kemudian dianggap telah menjadi milik masyarakat, namun masih banyak calon pengantin yang merasa ragu0ragu memakai busana pengantin basahan (bahu terbuka) yang konon hanya diperkenankan bagi mereka yang berkerabat dengan kraton.

Mengacu pada kenyataan ini, akhir-akhir ini sering diselenggarakan sarasehan atau lokakarya berkenaan dengan adat istiadat perkawinan oleh kerabat kraton Yogyakarta, Surakarta dan Mangkunegara, yang direstui oleh para Sultan dari kraton masing-masing. Tujuannya antara lain agar masyarakat merasa mantap mendadani calon pengantin dengan gaya kraton, sekaligus supaya tidak terjadi kekliruan dalam penerapannya. Turun tangannya pihak kraton untuk memasyaraktkan secara lebih luas adat istiadat perkawinan serta tata rias dan busana kebesaran, menandakan sah dilakukan orang biasa.
Pada dasarnya banyak persamaan yang menyangkut upacara perkawinan maupun tata rias dan busana kebesaran yang dipakai kraton Yogyakarta, Surakarta, Mangkunegara. Perbedaan yang ada ada bisa dikaatkan merupakan identitas masing-masing yang menonjolkan ciri khusus dan justru memperkaya khazanah budaya. Tata rias dan busana kebesaran pengantin Jawa diwakili oleh:
1. Pengantin Yogya Corak Kebesaran
2. Pengantin Yogya Putri
3. Pengantin Solo Basahan
4. Pengantin Solo Putri
Sedangkan serangkaian upacara dirumuskan sebagaimana secara umum dan praktis sudah biasa dilaksanakan.

RANGKAIAN UPACARA ADAT

Srah-Srahan (Pasok Tukan)
Setelah dicapai kata sepakat oleh kedua belah pihak orang tua tentang perjodohan putrid-putrinya, maka dilakukanlah upacara srah-srahan atau disebut juga pasok tukon. Dalam kesempatan ini pihak keluarga calon pengantin putra menyerahkan barang-barang tertentu kepada calon pengantin putri sebagai peningset, artinya tanda pengikat. Lazimnya merupakan pakaian lengkap, sejumlah uang, adakalanya disertai cincin emas untuk keperluan tukar cincin.

Pengitan (Songkeran)
Menjelang saat perkawinan bagi calon pengantin putri diadakan pingitan atau songkeran selama 5 hari yang kemudian menurut perkembangan jaman cukup 3 hari. Selama itu calonpengantin putri dilarang keluar rumah dan tidak boleh bertemu dengan calon pengantin putra. Seluruh tubuh calon pengantin putri dilulur dengan ramu-ramuan, kadang-kadang dianjurkan berpuasa. Semuanya bertujuan agar pada saat nanti penampilan pengantin putrid akan membuat pangling.

Pasang Bleketepe/ Tarup
Upacara pasnag tarup diawali dengan pemasangan bleketepe (anyaman daun kepala) yang dilakukan oleh orangtua calonpengantin putrid, ditandai pula dengan pengadaan sajen. Tarup adalah bangunan darurat yang dipakai selama upacara berlangsung. Pemasangannya memiliki persyaratan khusus yang mengandung arti religious, agar keseluruhan upacara berlangsung dengan selamat tanpa hambatan. Hiasan tarup yang terdiri dari daun-daunan dan buah-buahan yang disebut tetuwuhun juga memiliki nilia-nilai simbolik.
Siraman
Makan upacara ini ialah untuk menggambarkan secara simbolis persiapan dan pembersihan diri dari kedua calon mempelai di tempat masing-masing, baik lahir maupun batin. Sekaligus juga merupakan media permohonan doa restu dari para pinisepuh. Peralatan yang digunakan : kembang setama, gayung, air untuk mandi dari 7 sumur, klenting (kendi), bokor.
Urutan upacara siraman tersebut sebagai berikut:
- Orang tua calon mempelai putrid mengambil air dari 7 sumur (tuk), lalu menuangkan ke tempat kembang setaman
- Orang tua calon pengantin putrid mengambil air 7 gayung untuk diserahkan kepada panitia yang akan mengantarkan ke kediaman calon mempelai pria.
- Upacara dimulai dengan sungkeman kepada orangtua calon pengantin serta para pnisepuh
- Siraman dilakukan pertamakali oleh orangtua Calon pengantin dilanjutkan oleh para pinsepuh, dan terakhir oleh ibu calon pengantin putrid menggunakan kendi yang kemudian dipecahkan ke lantai sambil mengucapkan “saiki wis pecah pamore”

Paes/Ngerik
Upacara yang dilaksanakan sesudah siraman ini sebagai lambing usaha memperindah diri lahir dan batin. Pada upacara ini paes-nya baru pada tahap ngalup-alubi (pendahuluan), untuk mempermudah paes selengkapnya pada saat akan dilaksanakan temu. Pelaksanaan paes ini di kamar calon mempelai wanita ditunggui oleh para ibu-ibu pinisepuh. Para ibu tersebut sambil menyaksikan paes memberikan restu dan memanjatkan doa agar dalam upacara pernikahan nanti berjalan lancer, khidmat dan selamat. Semoga pula didalam kehidupan berkeluarga nanti dapat rukun mimi lan mintano, dilimpahkan keturuan dan rezeki.

Dodol dawet
Ibu calon mempelai putrid bertindak sebagai penjual dawet, didampingi dan dipayungi oleh Bapak calon mempelai putri sambil berkata : “laris…larissss.” Upacara ini melambangkan agar dalam upacara pernikahan yang akan diselenggarakan dikunjungi tamu yang melimpah bagaikan cendol dawet yang laris terjual. Para tamu tersebut datang memenuhi undangan guna memberikan doa restu. Pelaksanaan penjualan dawet dihalaman rumah. Keluarga, handai taulana sebagai pembeli dengan tanda pembayaran kreweng (pecahan genteng).
Selanjutnya upacara potong tumpeng dan dulangan. Maknanya adalah ndulang (menyuapi) untuk yang terakhir kali bagi putri yang esok hari akan menikah. Dilanjutkan dengan melepas ayam dara diperempatan jalanoleh petugas, serta mengikat ayam lancur dikaki kursi mempelai putrid. Maknanya
adalah sebagai lambang melepas putrinya yang akan mengarungi bahtera hidup mandiri, hidup berkeluarga.
Upacara selanjutnya adalah menanam rikmo mempelai putrid dihalaman depan, dan pasang tawuh (terdiri dari daun-daunan dan buah-buahan tertentu). Makna upacara ini adalah mendem sesuker pengantin supaya dijauhkan dari aral melintang dan didekatkan dengan kebahagian.

Midodareni
Malam hari sebelum pernikahan berlangsung merupakan malam terakhir bagi kedua calon mempelai sebagai bujang dan dara. Pada malam ini dilakukan dua tahap upacara di tempat kediaman calon mempelai putrid. Tahap pertama adalah upacara nyantrik, untuk meyakinkan bahwa calon mempelai pria akan hadir pada upacara pernikahan pada saat yang telah ditetapkan. Kedatangan calon mempelai pria diantar oleh wakil orang tua, para sesepu, keluarga serta kerabat, untuk menghadap calon mertua. Tahap kedua adalah menunjukkan bahwa keluarga calon mempelai wanita sudah siap melaksanakan upacara pernikahan dan upacara panggih pada esok harinya. Calon mempelai wanita malam ini sudah dirias sebagaimana layaknya. Setelah beberapa saat menerima dia restu dari para hadirin, calon mempelai wanita diantar kemabli masuk kamar pengantin, istirahat untuk persiapan upacara esok pagi. Sedangkan para pinisepuh anggota keluarga, handai taulan serta kerabat melakukan lek-lekan atau tuguran. Maksudnya untuk mendapatkan berkat dan rahmat Tuhan agar acara selanjutnya berjalan lancar dan selamat.

Upacara pernikahan
Upacara ini merupakan upacara puncak dan paling utama yang diselenggarakan menurut keyakinan agama penganutnya untuk meresmikan pernikahan kedua mempelai. Bagi pemeluk agama Islam pernikahan bisa dilangsungkan dimesjid atau kediaman calon mempelai putri dengan memanggil petugas KUA bagi pemeluk agama Kriten dan Katolik pernikahan dilangsungkan di gereja. Ketika pernikahan berlangsung mempelai putra tidak diperkenankan memakai keris. Setelah upacara pernikahan secara keagamaan selesai barulah boleh dilangsungkan upacara adat, yakni upacara panggih atau temu.

Upacara Panggih (Temu)
Upacara ritual ini secara tradisional berurutan secara tetap, dan dimungkinkan hanya dengan penambahan variasi sesuai kekhususan daerah di Jawa Tengah. Upacara diawali dengan kedatangan rombongan mempelai pria membawa sanggan, yang berisi gedang ayu suruh ayu, melambangkan keinginan untuk selamat atau sedyu rahayu. Sanggan tersebut diserahkan kepada Ibu Mertua sebagai penebus. Upacara dilanjutkan dengan penukaran kembang mayang. Konon sebagai peristiwa kehidupan yang menyangkut suatu formalitas peresmian dalam masyarakat diperlukan kesaksian. Menurut sejarahnya fungsi kembang mayang adalah sebagai saksi, juga sebagai penjaga dan penangkal bahaya (tolak bala). Kembang mayang yang nantinya setelah upacara selesai akan ditaruh diperempatan jalan, mempunyai arti bahwa setiap orang yang melewati jalan tersebut menjadi tahu di daerah itu baru saja ada upacara perkawinan. Secara tidak langsung setiap orang yang lewat menjadi saksi atas perkawinan tersebut. Upacara panggih atau Tenku,, yakni dipertemukan mempelai putrid dan mempelai putra berlangsung sebagai berikut:

Balangan Gantal/sirih
Pada saat yang sama mempelai pria dan mempelai wanita dibimbing menuju titik panngih. Pada jarak kurang lebih lima langkah, masing-masing mempelai saling melontarkan sirih atau gantal, yang telah dipersiapkan. Arahlemparan pengantin pria ditujukan ke dada pengantin wanita, sedangkan pengantin wanita kea rah paha pengantin pria. Ini merupakan perlambang cinta kasih pengantin pria terhadap istrinya, sebaliknya pengantin wanita menujukkan bakti kepada suami.

Wijik
Mempelai pria menginjak telur ayam sampai pecah kemudian mempelai wanita memabasuh kaki mempelai kaki mempelai pria dengan air kembang setaman. Kemudian dikeringkan dengan handuk. Upacara ini sebagai lambang kesetian istri terhadap suami, selalu berbakti dengan senang hati, dan memaafkan segala hal yang kurang baik yang terbawa pulang oleh suami. Setelah wijik dilanjutkan dengan pagelaran yang maksudnya agar sang suami betah dirumah. Diteruskan dengan sembah sungkem mempelai wanita terhadap suami.

Pupuk
Dalam upacara ini Ibu mempelai wanita mengusap ubun-ubun mempelai pria 3 kali dengan air kembang setaman, sebagai lambang penerimaan secara ikhlas terhadap menuntutnya sebagai suami dari putrinya.
Sinduran/binayang
Kedua mempelai dijajarkan (mempelai pria di sebelah kanan) lalu diselimuti dengan selembar selendang sindur oleh Bapak dan Ibu mempelai wanita. Selanjutnya diiringi secara tertib dan teratur binayang menuju pelaminan.

Bobot timbang
Kedua mempelai duduk di pangkuan Bapak mempelai wanita. Mempelai wanita disebelah paha kiri, mempelai disebelah paha kanan, disertai dialog antara Ibu dan Bapak, mempelai wanita.
Ibu : “Abot endi bapakne?”
Bapak : “podo, podo abote.”
Makna dari upacara ini adalah kasih sayang orangtua terhadap anak dan menantu sama beratnya.
Guno koyo- kacar kucur
Pemberian guno koyo atau kacar kucur ini melambangkan pemberian nafkah yang pertama kali dari suami kepada istri. Pelaksanaannya kacang tolo merah, kedelai hitam, beras putih, beras kuning dan kembang telon ditaruh didalam klasa bongko, oleh mempelai pria ditumpahkan kepangkuan mempelai wanita. Pada pangkuan mempelai wanita telah dipersiapkan serbet atau sapu tangan yang besar. Setelah itu guno koyo atau kacar kucur dibungkus oleh mempelai wanita dan disimpan.

Dahar klimah
Upacara ini merupakan makan bersama yang pertama kali setelah menjadi suami istri. Kedua mempelai saling menyuapi nasi kuning (punar) dan setelah itu saling memberikan minum untuk melambangkan saling asih antara suami istri.

Titik pitik/ Besan mertuwi
Dalam kebudayaan tardisional Jawa Tengah, pada saat upacara panggih, orang tua mempelai pria tidak hadir. Setelah upacara panggih selesai barulah orang tua mempelai pria datang. Acara ini disebut mertuwi (menengok) atau titi pitik. Kedatangan orang tua mempelai pria disambut oleh orang tua mempelai wanita dan didudukkan di sebelah kanan mempelai.
Mbukak sawah
Ngunjuk rujak dengan pertanda mantu putrinya yang pertama disertai dialog antara Ibu dan Bapak mempelai wanita.
Ibu : “Piye rasane Pak?”
Bapak : “Seger sumyah Bu.”

Sungkeman Ngabekkan
Setalah kehadiran orangtua mempelai pria diadakan upacara sumkeman/ngabekten. Kedua mempelai berlutut untuk menyembah kedua belah pihak orangtua mempelai pria. Upacara ini dimaksudkan sebagai tanda kedua mempelai tetap berbakti dan hormat serta menyampaikan terima kasih sekaligus mohon doa restu kepada orangtua. Pada acara sungkeman ini keris mempelai pria dilolos/dilepaskan. Selesai acara sungkeman kedua mempelai kembali bersanding dipelaminan didampingi kedua belah pihak orangtua, untuk menerima ucapan selamat dari para hadirin.
Sebelum mulai merias, bersihkan wajah dengan susu pembersih dan penyegar yang sesuai dengan kulit. Setelah itu, bentuklah penunggul dan penipis untuk pedoman dalam membuat jahitan. Dengan mangir Putri ayu, jahita dibuat dengan cara menarik sudut mata bagian luar keatas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar